BULAN MUHARRAM


Sekarang kita berada di Bulan Muharram, yaitu bulan pertama dalam kalender Hijriah. Bulan ini termasuk salah satu dari empat bulan haram (suci), sebagai mana yang difirmankan oleh Allah:
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram”. (At-Taubah: 36).
Semua ahli tafsir sepakat bahwa empat bulan yang tersebut dalam ayat di
atas adalah Zulqa’dah, Zul-Hijjah, Muharam dan Rajab.

Ketika haji wada’ Dari Abi Bakrah RA bahwa Nabi SAW bersabda:
“Setahun ada dua belas bulan, empat darinya adalah bulan suci. Tiga darinya berturut-turut; Zulqa’dah, Zul-Hijjah, Muharam dan Rajab”. (HR. Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ahmad).
Dalam hadist di atas Nabi SAW hanya menyebut nama empat bulan, dan ini bukan berarti selain dari nama bulan yang disebut di atas tidak suci, karena bulan Ramadhan tidak disebutkan dalam hadist diatas. Dan kita semua tahu bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan kesucian, ada Lailatul Qadar, juga dinamakan dengan bulan rahmat, maghfirah dan pembebasan dari api neraka.
Ibnu Rajab al-Hambali ( 736 – 795 H ) mengatakan, Muharam disebut dengan syahrullah (bulan Allah) karena memiliki dua hikmah. Pertama, untuk menunjukkan keutamaan dan kemuliaan bulan Muharam. Kedua, untuk menunjukkan otoritas Allah SWT dalam mensucikankan bulan Muharam.
Bulan Muharram mempunyai karakteristik tersendiri, dan diantara karakteristik bulan Muharram adalah:
Pertama: Semangat Hijrah
Setiap memasuki tahun baru Islam, kita hendaknya memiliki semangat baru untuk merancang dan melaksanakan hidup ini secara lebih baik. Kita seharus merenung kembali hikmah yang terkandung di balik peristiwa hijrah yang dijadikan momentum awal perhitungan Tahun Hijriyah.
Tahun hijriyah mulai diberlakukan pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Sistem penanggalan Islam itu tidak mengambil nama ‘Tahun Muhammad’ atau ‘Tahun Umar’. Artinya, tidak mengandung unsur pemujaan seseorang atau penonjolan personifikasi, tidak seperti sistem penanggalan Tahun Masehi yang diambil dari gelar Nabi Isa, Al-Masih (Arab) atau Messiah (Ibrani).
Tidak juga seperti sistem penanggalan Bangsa Jepang, Tahun Samura, yang mengandung unsur pemujaan terhadap Amaterasu O Mi Kami (dewa matahari) yang diproklamasikan berlakunya untuk mengabadikan kaisar pertama yang dianggap keturunan Dewa Matahari, yakni Jimmu Tenno (naik tahta tanggal 11 pebruari 660 M yang dijadikan awal perhitungan Tahun Samura) Atau penangalan Tahun Saka bagi suku Jawa yang berasal dari Raja Aji Saka.
Penetapan nama Tahun Hijriyah (al-Sanah al-Hijriyah) merupakan kebijaksanaan Khalifah Umar. Seandainya ia berambisi untuk mengabadikan namanya dengan menamakan penanggalan itu dengan Tahun Umar sangatlah mudah baginya melakukan itu. Umar tidak mementingkan keharuman namanya atau membanggakan dirinya sebagai pencetus ide sistem penanggalaan Islam itu.
Ia malah menjadikan penanggalan itu sebagai zaman baru pengembangan Islam, karena penanggalan itu mengandung makna spiritual dan nilai historis yang amat tinggi harganya bagi agama dan umat Islam. Selain Umar, orang yang berjasa dalam penanggalan Tahun Hijriyah adalah Ali bin Abi Thalib. Beliaulah yang mencetuskan pemikiran agar penanggalan Islam dimulai penghitungannya dari peristiwa hijrah, saat umat Islam meninggalkan Makkah menuju Yatsrib (Madinah).
Dalam sejarah hijrah nabi dari Makkah ke madinah terlihat jalinan ukhuwah kaum Ansor dan Muhajirin yang melahirkan integrasi umat Islam yang sangat kokoh. Kaum Muhajirin-Anshar membuktikan, ukhuwah Islamiyah bisa membawa umat Islam jaya dan disegani. Bisa dimengerti, jika umat Islam dewasa ini tidak disegani musuh-musuhnya, menjadi umat yang tertindas, serta menjadi bahan permainan umat lain, antara lain akibat jalinan ukhuwah Islamiyah yang tidak seerat kaum Mujahirin-Anshar.
Dari situlah mengapa konsep dan hikmah hijrah perlu dikaji ulang dan diamalkan oleh umat Islam. Setiap pergantian waktu, hari demi hari hingga tahun demi tahun, biasanya memunculkan harapan baru akan keadaan yang lebih baik. Islam mengajarkan, hari-hari yang kita lalui hendaknya selalu lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Dengan kata lain, setiap Muslim dituntut untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari.
Hadis Rasulullah yang sangat populer menyatakan,”Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari kemarin, adalah orang yang beruntung”.
Bila hari ini sama dengan kemarin, berarti orang merugi, dan jika hari ini lebih jelek dari kemarin, adalah orang celaka.” Oleh karena itu, sesuai dengan firman Allah:
”Hendaklah setiap diri memperhatikan (melakukan introspeksi) tentang apa-apa yang telah diperbuatnya untuk menghadapi hari esok (alam akhirat) dan bertakwalah, sesungguhnya Allah maha tahu dengan apa yang kamu perbuatkan”. (QS. Al-Hasyar: 18).
Karakteristik Kedua: Di sunnahkan berpuasa
Pada zaman Rasulullah, orang Yahudi juga mengerjakan puasa pada hari ‘asyuura. Mereka mewarisi hal itu dari Nabi Musa AS.
Dari Ibnu Abbas RA, ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa. Rasulullah SAW bertanya, “Hari apa ini? Mengapa kalian berpuasa?” Mereka menjawab, “Ini hari yang agung, hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya serta menenggelamkan Fir’aun. Maka Musa berpuasa sebagai tanda syukur, maka kami pun berpuasa.”Rasulullah SAW bersabda, “Kami orang Islam lebih berhak dan lebih utama untuk menghormati Nabi Musa daripada kalian.” (HR. Abu Daud).
Puasa Muharram merupakan puasa yang paling utama setelah puasa ramadhan. Dari Abu Hurairah RA, Rasululllah SAW bersabda:
“Sebaik-baik puasa setelah puasa ramadhan adalah puasa dibulan muharram, dan sebaik-baik shalat setelah shalat fardhu adalah shalat malam”. (HR. Muslim, Abu Daud, Tarmizi, dan Nasa’ ).
Puasa pada bulan Muharam yang sangat dianjurkan adalah pada hari yang kesepuluh, yaitu yang lebih dikenal dengan istilah ‘asyuura. Aisyah RA pernah ditanya tentang puasa ‘asyuura, ia menjawab,
“Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW puasa pada suatu hari yang beliau betul-betul mengharapkan fadilah pada hari itu atas hari-hari lainnya, kecuali puasa pada hari kesepuluh Muharam.” (HR Muslim).
Dalam hadits lain Nabi juga menjelaskan bahwa puasa pada hari ‘asyura (10 Muharram) bisa menghapuskan dosa-dosa setahun yang telah lewat.
Dari Abu Qatadah RA, Rasululllah SAW ditanya tentang puasa hari ‘asyura, beliau bersabda:
”Saya berharap ia bisa menghapuskan dosa-dosa satu tahun yang telah lewat” (HR. Muslim).
Disamping itu disunnahkan untuk berpuasa sehari sebelum ‘Asyura yaitu puasa Tasu’a pada tanggal 9 Muharram, sebagaimana sabda Nabi SAW yang termasuk dalam golongan sunnah hammiyah (sunnah yang berupa keinginan/cita2 Nabi tetapi beliau sendiri belum sempat melakukannya).
Ibnu Abbas RA menyebutkan, Rasulullah SAW melakukan puasa ‘asyuura dan beliau memerintahkan para sahabat untuk berpuasa. Para sahabat berkata, “Ini adalah hari yang dimuliakan orang Yahudi dan Nasrani. Maka Rasulullah saw. bersabda, “Tahun depan insya Allah kita juga akan berpuasa pada tanggal sembilan Muharam.” Namun, pada tahun berikutnya Rasulullah telah wafat. (HR Muslim, Abu Daud).
Berdasar pada hadis ini, disunahkan bagi umat Islam untuk juga berpuasa pada tanggal sembilan Muharam. Sebagian ulama mengatakan, sebaiknya puasa selama tiga hari: 9, 10, 11 Muharam.
Ibnu Abbas r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Puasalah pada hari ‘asyuura dan berbedalah dengan orang Yahudi. Puasalah sehari sebelum ‘asyuura dan sehari sesudahnya.” (HR Ahmad).
Ibnu Sirrin berkata: melaksanakan hal ini dengan alasan kehati-hatian. Karena, boleh jadi manusia salah dalam menetapkan masuknya satu Muharam. Boleh jadi yang kita kira tanggal sembilan, namun sebenarnya sudah tanggal sepuluh. (Majmuu’ Syarhul Muhadzdzab VI/406) .
Mudah-mudahan dengan masuknya awal tahun baru hijriyah ini, kita bisa merancang hidup kita kedepan agar lebih baik dan bermanfaat bagi umat manusia, yakni mengubah perilaku buruk menjadi baik, melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Ustadz Abdul Kholiq Saman
.

Keutamaan Menahan Marah



Oleh Ust.Abdurrohim
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHsHaf8p63s-wEC7C1HcTvvASMK2xFylz8432iYmZamMCH6aYq7FYaXBL2wxi4-hyB9xjmdgfaEs9_d_1jmqi3xk6ArMDCS5o7OPSF6i1aUcyQiu0iJb-Ffr2LvbmtCwDTdvD7SK2ZkYpB/s320/jangan_marah.jpg
Diantara maksud dan tujuan disyariatkannya puasa adalah latihan menahan nafsu amarah (suka marah). Orang yang mampu menahan marah lebih baik dan lebih sempurna daripada orang yang suka marah (pemarah). Dan itulah yang disebut orang kuat.
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda : �Orang kuat itu bukanlah yang menang dalam gulat tetapi orang kuat adalah yang mampu menahan nafsu amarahnya.� (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain, disebutkan hadits dari Ibnu Mas�ud Radliyallahu �anhu Rasulullah bersabda : �Siapa yang dikatakan paling kuat diantara kalian ? Shahabat menjawab : yaitu diantara kami yang paling kuat gulatnya. Beliau bersabda : Bukan begitu, tetapi dia adalah yang paling kuat mengendalikan nafsunya ketika marah.� (HR. Muslim)
Al Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Anas Al Juba�i , bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda : �Barangsiapa yang mampu menahan marahnya padahal dia mampu menyalurkannya, maka Allah menyeru pada hari kiamat dari atas khalayak makhluk sampai disuruh memilih bidadari mana yang mereka mau.� (HR. Ahmad dengan sanad hasan)
Al Imam Ahmad juga meriwayatkan hadits dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda : �Tidaklah hamba meneguk tegukan yang lebih utama di sisi Allah Subhanahu wa Ta�ala, dari meneguk kemarahan karena mengharap wajah Allah Subhanahu wa Ta�ala.� (Hadits shahih riwayat Ahmad)
Al Imam Abu Dawud rahimahullah mengeluarkan hadits secara makna dari shahabat Nabi, bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda : �Tidaklah seorang hamba menahan kemarahan karena Allah Subhanahu wa Ta�ala kecuali Allah Subhanahu wa Ta�ala akan memenuhi baginya keamanan dan keimanan.� (HR. Abu Dawud dengan sanad Hasan)
Hadits-hadits ini menerangkan keutamaan menahan marah dari pada orang yang mudah marah/pemarah. Dari itu, Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam berwasiat kepada sahabat ketika datang pada beliau untuk meminta wasiat, beliau bersabda dengan diulang-ulang : �Jangan mudah marah..� Lengkap haditsnya adalah sebagai berikut :
�Dari Abu Hurairah Radliyallahu �anhu, bahwa seseorang berkata kepada Nabi Shalallahu alaihi wasallam : berwasiatlah kepadaku. Beliau bersabda : jangan menjadi seorang pemarah. Kemudian diulang-ulang beberapa kali. Dan beliau bersabda : janganlah menjadi orang pemarah� (HR. Bukhari)
Al Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan hadits dari seseorang dari shahabat Nabi Shalallahu alaihi wasallam dia berkata : � Aku berkata : Ya Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam berwasiatlah kepadaku. Beliau bersabda : jangan menjadi pemarah. Maka berkata seseorang : maka aku pikirkan apa yang beliau sabdakan, ternyata pada sifat pemarah itu terkumpul seluruh kejelekan.� (HR. Imam Ahmad)

Berkata Ibnu Ja�far bin Muhammad rahimahullah : �Marah itu pintu seluruh kejelekan.�
Al Imam Ahmad menafsirkan hadits ini dengan mengatakan : akhlak yang mulia itu dengan meninggalkan sifat pemarah.
Al Imam Ibnu Rajab rahimahullah menerangkan maksud hadits ini dengan mengatakan : sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam : �Jangan menjadi pemarah.� Ini mengandung dua kemungkinan maksud :
1.Hadits ini mengandung perintah melakukan sebab-sebab yang menjadikan akhlak yang mulia seperti bersikap lembut, pemalu, tidak suka mengganggu, pemaaf, tidak mudah marah.
2.Hadits ini mengandung larangan melakukan hal-hal yang menyebabkan kemarahan, mengandung perintah agar sekuat tenaga menahan marah ketika timbul/berhadapan dengan penyebabnya sehingga dengan demikian dia akan terhindar dari efek negatif sifat pemarah.
Sehingga Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam mangajarkan cara-cara menghilangkan kemarahan dan cara menghindari efek negatifnya, diantaranya adalah:

1. Membaca ta�awudz ketika marah.
Al Imam Al Bukhari dan Al Imam Muslim rahimakumullah meriwayatkan hadits dari Sulaiman bin Surod Radliyallahu �anhu :
�Ada dua orang saling mencela di sisi Nabi Shalallahu alaihi wasallam dan kami sedang duduk di samping Nabi Shalallahu alaihi wasallam . Salah satu dari keduanya mencela lawannya dengan penuh kemarahan sampai memerah wajahnya. Maka Nabi Shalallahu alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya aku akan ajarkan suatu kalimat yang kalau diucapkan akan hilang apa yang ada padanya. Yaitu sekiranya dia mengucapkan : �Audzubillahi minasy Syaithani rrajiim. Maka mereka berkata kepada yang marah tadi : Tidakkah kalian dengar apa yang disabdakan nabi? Dia menjawab : Aku ini bukan orang gila.�

2. Dengan duduk
Apabila dengan ta�awudz kemarahan belum hilang maka disyariatkan dengan duduk, tidak boleh berdiri.
Al Imam Ahmad dan Abu Dawud rahimahullah meriwayatkan hadits dari Abu Dzar Radliyallahu �anhu bahwa Nabi Shalallahu alaihi wasallam bersabda :
�Apabila salah seorang diantara kalian marah dalam keadaan berdiri duduklah, jika belum hilang maka berbaringlah.�
Hal ini karena marah dalam berdiri lebih besar kemungkinannya melakukan kejelekan dan kerusakan daripada dalam keadaan duduk. Sedangkan berbaring lebih jauh lagi dari duduk dan berdiri.

3. Tidak bicara
Diam tidak berbicara ketika marah merupakan obat yang mujarab untuk menghilangkan kemarahan, karena banyak berbicara dalam keadaan marah tidak bisa terkontrol sehingga terjatuh pada pembicaraan yang tercela dan membahayakan dirinya dan orang lain.
Dalam hadits disebutkan :�Apabila diantara kalian marah maka diamlah.� Beliau ucapkan tiga kali. (HR. Ahmad)

4. Berwudlu
Sesungguhnya marah itu dari setan. Dan setan itu diciptakan dari api maka api itu bisa diredam dengan air, demikian juga sifat marah bias diredam dengan berwudlu.
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda :
�Sesungguhnya marah itu dari syaithan dan syaithan itu dicipta dari api, dan api itu diredam dengan air maka apabila diantara kalian marah berwudlulah.� (HR. Ahmad dan yang lainnya dengan sanad hasan)
Adapun pemicu kemarahan ada empat, barangsiapa yang mampu mengendalikan maka Allah Subhanahu wa Ta�ala akan dijaga dari syetan dan diselamatkan dari neraka.
Berkata Al Imam Al Hasan Al Bashri rahimahullah :
�Empat hal, barangsiapa yang mampu mengedalikannya maka Allah akan menjaga dari syetan dan diharomkan dari neraka : yaitu seseorang mampu menguasai nafsunya ketika berkeinginan, cemas, syahwat dan marah.�
Empat hal ini yaitu keinginan, cemas, syahwat dan marah merupakan pemicu seluruh kejelekan dan kejahatan bagi orang yang tidak mampu mengendalikan nafsunya.
1. Keinginan, adalah kecondongan nafsu pada sesuatu yang diyakini mendatangkan manfaat pada dirinya, seringnya orang yang tidak mampu menguasai nafsu akan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan keinginannya itu dengan segala cara walaupun harus dengan cara harom, dan terkadang yang diinginkan juga berupa sesuatu yang haram.
2. Cemas, adalah rasa takut dari sesuatu. Orang yang cemas akan berupaya untuk menolaknya dengan segala cara walaupun harus dengan cara harom seperti meminta perlindungan kepada selain Allah.
3. Syahwat, adalah kecondongan nafsu pada sesuatu yang diyakini dapat memuaskan nafsunya. Seringnya orang yang kalah dengan nafsunya memuaskan nafsu syahwatnya itu pada sesuatu yang haram seperti zina, mencuri, minum khamer bahkan pada sesuatu yang menyebabkan kekufuran, kebid�ahan dan kemunafikan.
4. Marah, adalah gelagaknya darah hati untuk menolak gangguan sebelum terjadi atau untuk membalas gangguan yang sudah terjadi. Kemarahan seringnya dilakukan dalam bentuk perbuatan yang diharamkan seperti pembunuhan, pemukulan dan berbagai kejahatan yang melampaui batas. Terkadang dalam bentuk perkataan yang diharamkan seperti tuduhan palsu, mencela dan perkataan keji lainnya dan terkadang meningkat sampai pada perkataan kufur.
Tetapi tidak semua kemarahan itu tercela, ada yang terpuji , bahkan sampai pada tingkatan harus marah yaitu ketika kita melihat agama Allah direndahkan dan dihinakan, maka kita harus marah karena Allah terhadap pelakunya. Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam tidak pernah marah jika celaan hanya tertuju pada pribadinya dan beliau sangat marah ketika melihat atau mendengar sesuatu yang dibenci Allah maka Beliau tidak diam, beliau marah dan berbicara.
Ketika Nabi Shalallahu alaihi wasallam melihat kelambu rumah Aisyah ada gambar makhluk hidupnya (yaitu gambar kuda bersayap) maka merah wajah Beliau dan bersabda :
�Sesungguhnya orang yang paling keras siksaannya pada hari kiamat adalah orang membuat gambar seperti gambar ini.� (HR. Bukhari Muslim)
Nabi Shalallahu alaihi wasallam juga marah terhadap seorang sahabat yang menjadi imam shalat dan terlalu panjang bacaannya dan beliau memerintahkan untuk meringankannya. Tetapi Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam tidak pernah marah karena pribadinya.
Al Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits Anas radhiyallahu anhu :
�Anas membantu rumah tangga Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam selama 10 tahun, maka tidak pernah beliau berkata kepada Anas : �ah�, sama sekali. Beliau tidak berkata terhadap apa yang dikerjakan Anas : �mengapa kamu berbuat ini.� Dan terhadap apa yang tidak dikerjakan Anas,�Tidakkah kamu berbuat begini.� (HR. Bukhari dan Muslim)
Begitulah keadaan beliau senantiasa berada diatas kebenaran baik ketika marah maupun ketika dalam keadaan ridha/tidak marah. Dan demikianlah semestinya setiap kita selalu diatas kebenaran ketika ridha dan ketika marah.
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda : artinya :
�Ya Allah, aku memohon kepada-Mu berbicara yang benar ketika marah dan ridha.� (Hadits shahih riwayat Nasa�i)
Al Imam Ath Thabari rahimahullah meriwayatkan hadits Anas :
�Tiga hal termasuk akhlak keimanan yaitu : orang yang jika marah kemarahannya tidak memasukkan ke dalam perkara batil, jika senang maka kesenangannya tidak mengeluarkan dari kebenaran dan jika dia mampu dia tidak melakukan yang tidak semestinya.�
Maka wajib bagi setiap muslim menempatkan nafsu amarahnya terhadap apa yang dibolehkan oleh Allah Subhanahu wa Ta�ala, tidak melampaui batas terhadap apa yang dilarang sehingga nafsu dan syahwatnya menyeret kepada kemaksiatan, kemunafikan apalagi sampai kepada kekafiran.
Kesempatan baik ini untuk melatih diri kita menuju sifat kesempurnaan dengan menghilangkan sifat pemarah dan berupaya menjadi orang yang tidak mudah marah.
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda : �Bukanlah puasa itu sekedar menahan makan dan minum. Sesungguhnya puasa itu (adalah puasa) dari perbuatan keji dan sia-sia. Apabila ada orang yang mencelamu atau membodohimu maka katakanlah : sesungguhnya aku sedang berpuasa, sesungguhnya aku sedang berpuasa.� (HR. Ibnu Huzaimah dengan sanad shahih)
Wallahu a�lam bishawab.



Sumber : http://ahmedridho.com/post-keutamaan-menahan-marah.html

Hak dan Kewajiban Suami Isteri Dalam Islam


Sebagai bahan referensi dan renungan bahkan tindakan, berikut, garis besar hak dan kewajiban suami isteri dalam Islam yang di nukil dari buku “Petunjuk Sunnah dan Adab Sehari-hari Lengkap” karangan H.A. Abdurrahman Ahmad.
Hak Bersama Suami Istri
- Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
- Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa’: 19 – Al-Hujuraat: 10)
- Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
- Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)
Adab Suami Kepada Istri .
- Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-aubah: 24)
- Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14)
- Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)
- Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)
- Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
- Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
- Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
- Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
- Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
- Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)
- Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
- Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
- Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
- Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
- Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
- Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
- Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)
- Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: ?40)
Adab Isteri Kepada Suami
- Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34)
- Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri. (Al-Baqarah: 228)
- Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)
- Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah:
a. Menyerahkan dirinya,
b. Mentaati suami,
c. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,
d. Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami
e. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)
- Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam kesibukan. (Nasa’ i, Muttafaqun Alaih)
- Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim)
- Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)
- Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)
- Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi  saw.: “Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)
- Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
- Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani)
- Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34)
- Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3) Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)
- Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat bulan sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)
- Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluannya. (An-Nur: 30-31)
Isteri Sholehah
- Apabila’ seorang istri, menjaga shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramddhan, memelihara kemaluannya, dan mentaati suaminya, niscaya Allah swt. akan memasukkannya ke dalam surga. (Ibnu Hibban)
- Istri sholehah itu lebih sering berada di dalam rumahnya, dan sangat jarang ke luar rumah. (Al-Ahzab : 33)
- Istri sebaiknya melaksanakan shalat lima waktu di dalam rumahnya. Sehingga terjaga dari fitnah. Shalatnya seorang wanita di rumahnya lebih utama daripada shalat di masjid, dan shalatnya wanita di kamarnya lebih utama daripada shalat di dalam rumahnya. (lbnu Hibban)
- Hendaknya menjadikan istri-istri Rasulullah saw. sebagai tauladan utama.
Islam begitu menghormati dan menghargai para wanita yang sholehah.

Pengertian Syirik dan Bahayanya


“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”
(QS. An Nisa’: 48)
Syirik adalah menyamakan selain Allah dengan Allah pada perkara yang merupakan hak istimewa-Nya. Hak istimewa Allah seperti: Ibadah, mencipta, mengatur, memberi manfaat dan mudharat, membuat hukum dan syariat dan lain-lainnya.
Syirik adalah mensejajarkan selain Allah dengan Allah dalam hal–hal yang merupakan kekhususan bagi Allah. Kekhususan Allah meliputi tiga hal rububiyah, uluhiyah, dan asma’ dan sifat.
Bentuk-bentuk Syirik
Bentuk-bentuk Syirik dapat dibagi kedalam 3 bagian :
1) Syirik di dalam Al Uluhiyyah
Yaitu kalau seseorang menyakini bahwa ada tuhan selain Allah yang berhak untuk disembah (berhak mendapatkan sifat-sifat ubudiyyah). Yang mana Allah Subhanahuwa Ta’ala dalam berbagai tempat dalam Kitab-Nya menyeru kepada hamba-Nya agar tidak menyembah atau beribadah kecuali hanya kepada-Nya saja. Firman Allah Ta’ala :
“Wahai manusia sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelummu agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kamu mengetahuinya.” (QS. Al Baqarah : 21-22)
Perintah Allah dalam ayat ini agar semua manusia beribadah kepada Rabb mereka dan bentuk ibadah yang diperintahkan antara lain syahadat, shalat, zakat, shaum, haji, sujud, ruku’, thawaf, doa, tawakal, khauf (takut), raja’ (berharap), raghbah (menginginkan sesuatu), rahbah (menghindarkan dari sesuatu), khusu’, khasyah, isti’adzah (berlindung), istighatsah (meratap), penyembelihan, nadzar, sabar dan lain lain dari berbagai macam ibadah yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Di sisi lain ada kerancuan yang terdapat di kalangan umum dalam memahami ibadah. Mereka mengartikan ibadah dalam definisi yang sempit sekali seperti shalat, puasa, zakat, haji. Ada pun yang lainnya tidak dikategorikan di dalamnya. Sungguh indah perkataanSyaikhul Islam Abul Abbas Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam mendefinisikan ibadah, beliau berkata :
“Ibadah itu ialah suatu nama yang mencakup semua perkara yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, apakah berupa perkataan ataupun perbuatan, baik dhahir maupun yang bathin.”
Inilah pengertian ibadah yang sesungguhnya, yaitu meliputi segala perkara yang dicintai dan diridlai Allah, baik itu berupa perkataan maupun perbuatan.
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, ( QS. Al-baqoroh 21 )
Firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 21 di atas menyatakan sembahlah Rabb kamu, dimaksudkan untuk mendekatkan pemahaman kepada semua manusia bahwa Ar Rabb yang wajib disembah adalah yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelum kamu, yang menciptakan langit dan bumi serta yang mampu menurunkan air (hujan) dari langit. Yang dengan air hujan itu dihasilkan segala jenis buah-buahan sebagai rezeki bagi kalian agar kalian mengetahui semua. Maka janganlah mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah dengan menyembah dan meminta rezeki kepada selain-Nya. Apakah kalian tidak malu dan berpikir bahwa Allah yang menghidupkan dan yang memberi rezeki kemudian kalian tinggalkan untuk beribadah kepada selain-Nya?
Firman Allah Ta?ala :
“Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tak dapat memberi rezeki kepada mereka sedikitpun dari langit dan bumi dan tidak berkuasa (sedikit jua pun). Maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. An Nahl : 73-74)
2) Syirik Di Dalam Ar Rububiyyah
Yaitu jika seseorang meyakini bahwa ada selain Allah yang bisa menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan atau mematikan, dan yang lainnya dari sifat-sifat ar rububiyyah. Orang-orang seperti ini keadaannya lebih sesat dan lebih jelek daripada orang-orang kafir terdahulu.
Orang-orang terdahulu beriman dengan tauhid rububiyyah namun mereka menyekutukan Allah dalam uluhiyyah. Mereka meyakini kalau Allah satu-satunya Pencipta alam semesta namun mereka masih tetap berdoa, meminta pada kuburan-kuburan seperti kuburan Latta. Sebagaimana Allah kisahkan tentang mereka :
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka : “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan menjawab : “Allah.” Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar). (QS. Al Ankabut : 61)
Firman Allah Ta’ala :
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka : “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab : “Allah.” Katakanlah : “Segala puji bagi Allah.” Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahuinya. (QS. Luqman : 25)
Ayat-ayat ini semua menunjukkan kalau orang-orang musyrik terdahulu mengakui Allah-lah satu-satunya pencipta yang menciptakan langit dan bumi, yang menghidupkan dan mematikan, yang menurunkan hujan dan seterusnya. Akan tetapi mereka masih memberikan peribadatan kepada yang lainnya. Maka bagaimanakah dengan orang-orang yang tidak menyakini sama sekali kalau Allah-lah Penciptanya atau ada tuhan lain yang menciptakan, menghidupkan, dan mematikan, yang menurunkan hujaan dan seterusnya atau ada yang serupa dengan Allah dalam masalah-masalah ini. Tentu yang demikian lebih jelek lagi. Inilah yang dimaksud syirik dalam rububiyah.
3) Syirik Di Dalam Al Asma’ wa Ash Shifat
Yaitu kalau seseorang mensifatkan sebagian makhluk Allah dengan sebagian sifat-sifat Allah yang khusus bagi-Nya. Contohnya, menyakini bahwa ada makhluk Allah yang mengetahui perkara-perkara ghaib.
Firman Allah Ta?ala :
(Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib. Maka Dia tidak memperlihatkan
kepada seorang pun tentang yang ghaib itu.? (QS. Al Jin : 26)
JENIS-JENIS SYIRIK
1. Syirik Akbar
Syirik ini menjadi penyebab keluarnya seseorang dari agama Islam, dan orang yang bersangkutan jika meninggal dalam keadaan demikian, akan kekal di dalam neraka.
Hakikat syirik akbar adalah memalingkan salah satu jenis ibadah kepada selain Allah! Seperti :
memohon dan taat kepada selain Allah
bernadzar untuk selain Allah
takut kepada mayat, kuburan, jin, setan disertai keyakinan bahwa hal-hal tersebut dapat memberi bahaya dan mudharat kepadanya
memohon perlindungan kepada selain Allah, seperti meminta perlindungan kepada jin dan orang yang sudah mati
mengharapkan sesuatu yang tidak dapat diwujudkan kecuali oleh Allah
seperti meminta hujan kepada pawang, meminta penyembuhan kepada dukun dengan keyakinan bahwa dukun itulah yang menyembuhkannya, mengaku mengetahui perkara ghaib, menyembelih hewan kurban yang ditujukan untuk selain Allah.
Macam-macam Syirik Besar
a. Syirik dalam berdoa
Yaitu meminta kepada selain Allah, disamping meminta kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya (yang terjemahannya):
“Dan orang-orang yang kamu seru selain Allah tiada mempunyai apa-apa meskipun setipis kulit ari. Jika kamu meminta kepada mereka, mereka tiada mendengar seruanmu, dan kalau mereka mendengar mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. (QS. Faathir: 13-14)
b. Syirik dalam sifat Allah
Seperti keyakinan bahwa para nabi dan wali mengetahui perkara-perkara ghaib. Allah Ta’ala telah membantah keyakinan seperti itu dengan firman-Nya (yang terjemahannya):
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali dia sendiri.” (QS. Al-An’am : 59). Lihat QS. Al-Jin: 26-27.
Pengetahuan tentang hal yang ghaib merupakan salah satu hak istimewa Allah, menisbatkan hal tersebut kepada selain-Nya adalah syirik akbar.
c. Syirik dalam Mahabbah (kecintaan)
Mencintai seseorang, baik wali atau lainnya layaknya mencintai Allah, atau menyetarakan cinta-nya kepada makhluk dengan cintanya kepada Allah Ta’ala. Mengenai hal ini Allah Ta’ala berfirman (yang terjemahannya):
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah, adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. (QS. Al-Baqarah: 165).
Mahabbah dalam ayat ini adalah mahabbatul ubu-diyah (cinta yang mengandung unsur-unsur ibadah), yaitu cinta yang dibarengi dengan ketundukan dan kepatuhan mutlak serta mengutamakan yang dicintai daripada yang lainnya. Mahabbah seperti ini adalah hak istimewa Allah, hanya Allah yang berhak dicintai seperti itu, tidak boleh diperlakukan dan disetarakan dengan-Nya sesuatu apapun.
d. Syirik dalam ketaatan
Yaitu ketaatan kepada makhluk, baik wali ataupun ulama dan lain-lainnya, dalam mendurhakai Allah Ta’ala. Seperti mentaati mereka dalam menghalal-kan apa yang diharamkan Allah Ta’ala, atau mengharamkan apa yang dihalalkan-Nya.
Mengenai hal ini Allah Subhanahu wa Ta ala berfirman (yang terjemahannya) : Mereka menjadikan orang-orang alim, dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah. (QS. At-Taubah: 31).
Taat kepada ulama dalam hal kemaksiatan inilah yang dimaksud dengan menyembah berhala mereka! Berkaitan dengan ayat tersebut di atas, Rasulullah SAW menegaskan (yang terjemahannya): Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada al-Khaliq (Allah). (Hadits Shahih, diriwayatkan oleh Ahmad).
e. Syirik khauf (takut)
Jenis-jenis takut :
1. Khauf Sirri; yaitu takut kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, berupa berhala, thaghut, mayat, makhluk gahib seperti jin, dan orang-orang yang sudah mati, dengan keyakinan bahwa mereka dapat menimpakan mudharat kepada makhluk. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang terjemahannya): Janganlah kamu takut kepada mereka, takutlah kamu kepada-Ku jika kamu benar-benar orang beriman.(QS. Ali Imran: 175).
2. Takut yang menyebabkan seseorang meninggalkan kewajibannya, seperti: Takut kepada seseorang sehingga menyebabkan kewajiban ditinggalkan. Takut seperti in hukumnya haram, bahkan termasuk syirik ashghar (syirik kecil). Berkaitan dengan hal tersebut Rasulullah SAW bersabda (yang terjemahannya):
“Janganlah seseorang dari kamu menghinakan dirinya!” Shahabat bertanya: Bagaimana mungkin seseorang menghinakan dirinya sendiri? Rasulullah bersabda: “Yaitu ia melihat hak Allah yang harus ditunaikan, namun tidak ditunaikannya! Maka Allah akan berkata kepadanya di hari kiamat: Apa yang mencegahmu untuk mengucapkan begini dan begini?”.
Ia menjawab: “Karena takut kepada manusia!”. Allah berkata: “Seharusnya hanya kepadaKu saja engkau takut”. (HR. Ibnu Majah dari Abu Said al Khudry, Shahih).
3. Takut secara tabiat, takut yang timbul karena fitrah manusia seperti takut kepada binatang buas, atau kepada orang jahat dan lain-lainnya. Tidak termasuk syirik, hanya saja seseorang janganlah terlalu didominasi rasa takutnya sehingga dapat dimanfaatkan setan untuk menyesatkannya.
f. Syirik hulul
Percaya bahwa Allah menitis kepada makhluk-Nya. Ini adalah aqidah Ibnu Arabi (bukan Ibnul Arabi, beliau adalah ulama Ahlus Sunnah) dan keyakinan sebagian kaum Sufi yang ekstrem.
g. Syirik Tasharruf
Keyakinan bahwa sebagian para wali memiliki kuasa untuk bertindak dalam mengatur urusan makhluk. Keyakinan seperti ini jelas lebih sesat daripada keyakinan musyrikin Arab yang masih meyakini Allah sebagai Pencipta dan Pengatur alam semesta.
h. Syirik Hakimiyah
Termasuk syirik hakimiyah adalah membuat undang-undang yang betentangan dengan syariat Islam, serta membolehkan diberlakukannya undang undang tersebut atau beranggapan bahwa hukum Islam tidak sesuai lagi dengan zaman. Yang tergolong musyrik dalam hal ini adalah para hakim yang membuat dan memberlakukan undang-undang, serta orang-orang yang mematuhinya, jika meyakini kebenaran UU tersebut dan rela dengannya.
i. Syirik tawakkal
Tawakkal ada tiga jenis:
- Tawakkal dalam perkara yang hanya mampu dilaksanakan oleh Allah saja. Tawakkal jenis ini harus diserahkan kepada Allah semata, jika seseorang menyerahkan atau memasrahkannya kepada selain Allah, maka ia termasuk Musyrik.
- Tawakkal dalam perkara yang mampu dilaksanakan para makhluk. Tawakkal jenis ini seharusnya juga diserahkan kepada Allah, sebab menyerahkannya kepada makhluk termasuk syrik ashghar.
- Tawakkal dalam arti kata mewakilkan urusan kepada orang lain dalam perkara yang mampu dilaksanakannya. Seperti dalam urusan jual beli dan lainnya. Tawakkal jenis ini diperbolehkan, hanya saja hendaklah seseorang tetap bersandar kepada Allah Subhanahu wa Taala, meskipun urusan itu diwakilkan kepada makhluk.
j. Syirik niat dan maksud
Yaitu beribadah dengan maksud mencari pamrih manusia semata, mengenai hal ini Allah Subhanahu wa Taala berfirman (yang terjemahannya):
“Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepadanya balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna, dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak akan memperoleh di akhirat kecuali neraka, dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia, dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. Hud: 15-16).
Syirik jenis ini banyak menimpa kaum munafiqin yang telah biasa beramal karena riya.
k. Syirik dalam Hal Percaya Adanya Pengaruh Bintang dan Planet terhadap Berbagai Kejadian dan Kehidupan Manusia.
Dari Zaid bin Khalid Al Juhani, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda (yang terjemahannya): Allah berfirman: “Pagi ini di antara hambaku ada yang beriman kepada-Ku dan ada pula yang kafir. Adapun orang yang berkata, kami diberi hujan dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, maka dia beriman kepada-Ku dan kafir terhadap bintang. Adapun orang yang berkata: Hujan itu turun karena bintang ini dan bintang itu maka dia telah kufur kepada-Ku dan beriman kepada bintang”. (HR, Bukhari).
Lihat Fathul Bary, 2/333).
Termasuk dalam hal ini adalah mempercayai astrologi (ramalan bintang) seperti yang banyak kita temui di koran dan majalah. Jika ia mempercayai adanya pengaruh bintang dan planet-planet terse-but maka dia telah musyrik. Jika ia membacanya sekedar untuk hiburan maka ia telah melakukan perbuatan maksiat dan dosa. Sebab tidak dibolehkan mencari hiburan dengan membaca hal-hal syirik. Disamping setan terkadang berhasil menggoda jiwa manusia sehingga ia percaya kepada hal-hal syirik tersebut. Maka, membacanya termasuk sarana dan jalan menuju kemusyrikan.
Kisah Seputar Syirik Besar
Masuk Neraka karena seekor lalat
Thariq bin Syihab menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang terjemahannya): Ada seseorang masuk surga karena seekor lalat, dan ada seseorang masuk neraka karena seekor lalat pula. Para shahabat bertanya: Bagaimana hal itu, ya Rasulul-lah? Beliau menjawab: Ada dua orang berjalan melewati suatu kaum yang mempunyai berhala, yang mana tidak seorang pun melewati berhala itu sebelum mempersembahkan kepadanya suatu kurban.
Ketika itu, berkatalah mereka kepada salah seorang dari kedua orang tersebut: Persembahkanlah kurban kepadanya! Dia menjawab: Aku tidak mempunyai sesuatu yang dapat kupersem-bahkan kepadanya. Mereka pun berkata kepadanya lagi: Persembahkan sekalipun seekor lalat. Lalu orang itu mempersembahkan seekor lalat, mereka pun memperkenankan dia untuk meneruskan perjalanan.
Maka dia masuk neraka karenanya. Kemudian berkatalah mereka kepada seorang yang lain: Persembahkanlah kurban kepadanya. Dia menjawab: Aku tidak patut mempersembahkan sesuatu kurban kepada selain Allah ‘Azza wa Jalla. Kemudian mereka memenggal lehernya, karenanya orang ini masuk surga. (HR. Imam Ahmad).
Dan termasuk penyembelihan jahiliyah yang terkenal di zaman kita sekarang ini- adalah menyembelih untuk jin. Yaitu manakala mereka membeli rumah atau membangunnya, atau ketika menggali sumur mereka menyembelih di tempat tersebut atau di depan pintu gerbangnya sebagai sembelihan (sesajen) karena takut dari gangguan jin. (Lihat Taisirul Azizil Hamid, hal. 158).
2. Syirik Ashghar
Yaitu setiap ucapan atau perbuatan yang dinyatakan syirik oleh syara tetapi tidak mengeluarkan dari agama. Ia merupakan dosa besar yang dapat mengantarkan kepada syirik akbar.
Macam-macam syirik asghar:
a. Zhahir (nyata)
Berupa ucapan: Rasulullah SAW bersabda (yang terjemahannya): “Barangsiapa yang bersumpah dengan selain nama Allah, maka ia telah berbuat syirik”. (HR. Ahmad, Shahih).
Dan sabda Nabi SAW yang lain (yang terjemahannya): “Janganlah kamu berkata: Atas kehendak Allah dan kehendak Fulan. Tapi katakanlah: Atas kehendak Allah , kemudian kehendak Fulan”. (HR. Ahmad, Shahih).
Berupa amalan, seperti: Memakai gelang, benang, dan sejenisnya sebagai pengusir atau penangkal mara bahaya, jika ia meyakini bahwa benda-benda tersebut hanya sebagai sarana tertolak atau tertangkalnya bala. Namun bila dia meyakini bahwa benda-benda itulah yang menolak dan menangkal bala, hal itu termasuk syirik akbar. Imran bin Hushain radiallahu anhu menuturkan, bahwa Nabi SAW melihat seorang laki-laki terdapat di tangannya gelang kuningan, maka beliau bertanya (yang terjemahannya): “Apakah ini?”.
Orang itu menjawab: Penangkal sakit. Nabi pun bersabda: “Lepaskan itu karena dia hanya akan menambah kelemahan pada dirimu; sebab jika kamu mati sedang gelang itu masih ada pada tubuhmu, kamu tidak akan beruntung selama-lamanya”. (HR. Imam Ahmad dengan sanad yang bisa diterima).
Dan riwayat Imam Ahmad pula dari Uqbah bin Amir dalam hadits marfu (yang terjemahannya): Barang siapa menggantungkan tamimah, semoga Allah tidak mengabul-kan keinginannya; dan barang siapa menggantungkan wadaah, semoga Allah tidak memberi ketenangan pada dirinya. Disebutkan dalam riwayat lain: Barang siapa menggantungkan tamimah, maka dia telah berbuat syirik.(Tamimah adalah sesuatu yang dikalungan di leher anak-anak sebagai penangkal atau pengusir penyakit, pengaruh jahat yang disebabkan rasa dengki seseorang dan lain sebagainya. Wadaah adalah sejenis jimat).
b. Khafi (tersembunyi); syirik yang bersumber dari amalan hati, berupa riya, sumiah dan lain-lainnya.
BAHAYA SYIRIK
1. Syirik Ashghar (tidak mengeluarkan dari agama).
a. Merusak amal yang tercampur dengan syirik ashghar.
Dari Abu Hurairah radiallahu anhu marfu (yang terjemahannya): Allah berfirman: “Aku tidak butuh sekutu-sekutu dari kalian, barang siapa yang melakukan suatu amalan yang dia menyekutukan-Ku padanya selain Aku, maka Aku tinggalkan dia dan persekutuannya”. (Riwayat Muslim, kitab az-Zuhud 2985, 46).
b. Terkena ancaman dari dalil-dalil tentang syirik, karena salaf menggunakan setiap dalil yang berkenaan dengan syirik akbar untuk syirik ashghar. (Lihat al-Madkhal, hal 124).
c. Termasuk dosa besar yang terbesar.
2. Syirik Akbar
a. Kezhaliman terbesar.
Firman Allah Ta’ala (yang terjemahannya): “Sesungguhnya syirik itu kezhaliman yang besar”. (QS. Luqman: 13).
b. Menghancurkan seluruh amal.
Firman Allah Ta’ala (yang terjemahannya): “Sesungguhnya jika engkau berbuat syirik, niscaya hapuslah amalmu, dan benar-benar engkau termasuk orang yang rugi”. (QS. Az-Zumar: 65).
c. Jika meninggal dalam keadaan syirik, maka tidak akan diampuni oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Firman Allah Ta’ala (yang terjemahannya):Sesungguhnya, Allah tidak akan mengampuni jika disekutukan, dan Dia akan mengampuni selain itu (syirik) bagi siapa yang (Dia) kehendaki. (QS. An-Nisa: 48, 116).
d. Pelakunya diharamkan masuk surga.
Firman Allah Ta’ala (yang terjemahannya): “Sesungguhnya barang siapa menyekutukan Allah, maka pasti Allah mengharamkan jannah baginya dan tempatnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun”. (QS. Al-Maidah: 72).
e. Kekal di dalam neraka.
Firman Allah Ta’ala (yang terjemahannya): “Sesungguhnya orang kafir, yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk”. (QS. Al-Bayyinah: 6).
f. Syirik adalah dosa paling besar.
Firman Allah Ta’ala (yang terjemahannya): “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu. Bagi siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya”. (QS. An-Nisa: 116).
g. Perkara pertama yang diharamkan oleh Allah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang terjemahannya): “Katakanlah: Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun ter-sembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menu-runkan hujjah untuk itu dan (meng-haram-kan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui”. (QS. Al-Araaf: 33).
h. Dosa pertama yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lihat Quran surah Al-Anaam: 151.
Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar” Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).
( Qs. Al-Anam )
i. Pelakunya adalah orang-orang najis (kotor) akidahnya.
Allah Ta’ala berfirman (yang terjemahannya): “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis”. (QS. At-Taubah: 28).
Wallahu’alam Bii Shawab